Ini adalah dua tokoh Indonesia yang memilih Belanda dalam mewakili penandatanganan suatu perundingan.
Abdulkadir Widjojoatmojo
Sosok berdarah Belanda-Indonesia ini lahir di Salatiga, 18 Desember
1904.
Ia pernah mengeyam pendidikan di Universitas Leiden, Belanda. Kemudian
bekerja bertahun-tahun di sana. Juga menjadi kedutaan besar Belanda di Jeddah
dan pernah menjadi wakil konsul di Mekkah.
Pada akhir tahun 1947, dia menjadi Gubernur Jenderal Hindia Belanda yang
diutus sebagai delegasi Belanda dalam menegosiasikan kemerdekaan Indonesia.
Lalu, apa yang menarik dari tokoh ini?
Abdulkadir Widjojoatmojo bersama istrinya |
Dalam peristiwa perundingan Renville, Abdulkadir ini menjadi delegasi
Belanda dan menandatangani perjanjian ini mewakili pihak Belanda.
Mengapa ia memihak kepada Belanda? Bukankah ia seorang Indonesia?
Yang membuatnya memihak terhadap Belanda ialah hubungan kedekatannya
terhadap negeri Belanda itu sendiri. Bertahun-tahun ia berada di sana. Dan juga
ia seorang yang berpangkat Kolonel di KNIL ditambah dengan statusnya sebagai
kepala NICA (Netherlands Indies Civil Administration).
Abdulkadir meninggal di Den Haag tanggal 24 Desember 1992 disaat usia 88
tahun.
Sultan Hamid II
Lahir di Pontianak, 12 Juli 1913 sebagai putra Sultan Pontianak, Sultan
Syarif Muhammad Alkadrie. Beliau memiliki nama asli Syarif Abdul Hamid
Alkadrie. Seorang blasteran Arab-Indonesia ini terkenal sebagai perancang lambang
negara Indonesia, Garuda Pancasila. Ia pernah menempuh pendidikan KMA (Koninklijke
Militaire Academie) di Breda, Belanda
hingga meraih pangkat letnan pada kesatuan tentara Hindia Belanda. Ia menikahi
seorang gadis Belanda.
Sultan AbdulHamid |
Ia menggantikan posisi ayahnya pada tanggal 29 Oktober 1945 akibat
agresi Jepang sebagai Sultan Pontianak. Ia menjadi orang dengan jabatan penting
dan selalu mengikuti perundingan-perundingan besar. Salah satunya ialah KMB.
Beliau merupakan perwakilan BFO (Bijeenkomst Voor Federaal Overleg) di KMB di Den Haag.
sumber :
No comments:
Post a Comment